Legalitas & Legitimasi: Konsep Hukum yang Sering Disalahpahami
Legalitas & Legitimasi: Konsep Hukum yang Sering Disalahpahami

Legalitas dan Legitimasi: Dua Konsep Hukum yang Sering Disalahpahami, dalam dunia hukum dan pemerintahan, istilah ini sering terdengar, tapi juga sering disalahpahami. Banyak orang mengira keduanya sama, padahal secara makna, keduanya berbeda cukup jauh. Perbedaan ini penting dipahami karena berkaitan erat dengan keabsahan kekuasaan, keadilan, dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum itu sendiri.

Legalitas: Hukum sebagai Dasar Formal

Legalitas adalah status sah menurut hukum. Sesuatu disebut legal bila telah memenuhi syarat dan prosedur hukum yang berlaku. Legalitas bersifat formal dan dapat dibuktikan dengan dokumen atau aturan yang tertulis.

Contohnya:

  • Sebuah perusahaan dikatakan legal jika memiliki izin usaha, NPWP, dan terdaftar di lembaga terkait.
  • Pemerintah dianggap legal jika dibentuk melalui proses pemilu yang sah sesuai konstitusi.

Legalitas memberikan kerangka hukum yang mengatur bagaimana kekuasaan dijalankan, bagaimana keputusan dibuat, dan bagaimana hak-hak diatur.

Legitimasi: Penerimaan dan Dukungan Masyarakat

Berbeda dengan legalitas, legitimasi adalah soal penerimaan. Ia berkaitan dengan apakah masyarakat menerima, mendukung, dan mempercayai suatu kekuasaan atau tindakan. Legitimasi tidak bisa diukur lewat dokumen, melainkan lewat rasa kepercayaan publik.

Contoh:

  • Sebuah pemerintah bisa saja legal, tapi tidak legitimat jika mayoritas rakyat merasa kecewa dan tidak percaya lagi.
  • Sebaliknya, seorang pemimpin adat bisa sangat legitimat di mata komunitasnya, walaupun tak punya dasar hukum formal.

Ketika Legalitas dan Legitimasi Bertentangan

Salah satu tantangan besar dalam pemerintahan adalah ketika legalitas dan legitimasi tidak berjalan seiring. Pemerintah yang hanya mengandalkan legalitas bisa kehilangan dukungan rakyat dan dianggap otoriter. Sementara kekuatan yang hanya mengandalkan legitimasi sosial, tapi tanpa dasar hukum, bisa menciptakan kekacauan dan ketidakpastian hukum.

Misalnya:

  • Kebijakan yang legal tapi tidak komunikatif dan tidak adil bisa memicu protes.
  • Gerakan rakyat yang legitimat tapi melanggar hukum tetap bisa dibubarkan oleh aparat negara.

Idealnya: Legal dan Legitimat

Pemerintahan dan hukum yang baik harus memiliki dua hal sekaligus: legalitas dan legitimasi. Artinya, sah secara hukum dan diterima oleh masyarakat. Legalitas memberi dasar yang kuat, sedangkan legitimasi memberi napas kepercayaan yang menjaga stabilitas sosial dan politik.

Penutup

Legalitas dan legitimasi bukan sekadar istilah teknis. Mereka mencerminkan dua sisi dari kekuasaan yang adil dan bermartabat: sisi hukum dan sisi moral. Dalam masyarakat yang demokratis, keduanya harus berjalan berdampingan.

Jika legalitas adalah tubuh dari sebuah sistem hukum, maka legitimasi adalah ruhnya. Tanpa tubuh, ruh tak bisa bergerak. Tapi tanpa ruh, tubuh hanyalah wadah kosong.

Jika anda tertarik kepada website ini, anda dapat klik disini untuk mengunjungi lebih lanjut

No Responses