fbpx
Surat-Surat Lengkap, Tapi Masih Bisa Digusur
Surat-Surat Lengkap, Tapi Masih Bisa Digusur

Surat-Surat Lengkap, Tapi Masih Bisa Digusur
“Surat tanahnya ada, sertifikat resmi. Pajak dibayar rutin. Tapi suatu pagi, pagar rumah kami dihancurkan alat berat. Tanpa pemberitahuan. Tanpa peringatan.”

Kisah seperti ini bukan sekadar cerita, melainkan kenyataan pahit yang dialami ribuan warga di berbagai daerah. Ironis, bukan? Di negeri yang menjunjung tinggi hukum, ternyata legalitas bukan jaminan perlindungan.

Legalitas: Sekadar Formalitas?

Selama ini kita diajari bahwa memiliki dokumen resmi sertifikat tanah, IMB, PBB, bahkan SK Gubernur adalah bukti sah atas kepemilikan dan perlindungan hukum. Tapi fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya: banyak pemilik tanah sah justru jadi korban penggusuran sepihak.

Pertanyaannya: jika surat-surat sudah lengkap, kenapa mereka masih bisa digusur?

Jawabannya rumit, tapi mengerucut pada satu hal: legalitas tak selalu dihormati ketika kepentingan besar bermain.

Ketika Hukum Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah

Dalam banyak kasus, penggusuran terjadi karena alasan "pembangunan": proyek jalan tol, kawasan industri, atau reklamasi. Masalahnya, proses pengambilalihan lahan kerap dilakukan tanpa prosedur yang adil: tanpa musyawarah, tanpa ganti rugi layak, bahkan tanpa surat peringatan resmi.

Warga seringkali hanya dianggap penghalang, meski mereka punya dokumen yang sah. Seolah-olah, ketika berhadapan dengan investor besar atau proyek pemerintah, dokumen resmi rakyat tak lebih dari kertas kosong.

Dimana Negara Saat Warganya Memegang Bukti Sah Tapi Tak Dilindungi?

Peran negara semestinya adalah penengah dan pelindung. Tapi dalam banyak kasus, negara justru berdiri di sisi yang kuat, bukan yang benar. Alasan “demi kepentingan umum” sering dijadikan tameng untuk menindas warga yang tak punya kekuatan politik atau akses hukum.

Ironisnya, warga yang mempertahankan haknya bisa dianggap pengacau, perusuh, atau bahkan melawan negara. Padahal, mereka hanya sedang berpegang pada hukum yang konon katanya bisa melindungi.

Legalitas Tak Cukup Tanpa Keadilan

Inilah inti masalahnya: legalitas tanpa keadilan hanyalah hiasan hukum.
Kita bisa punya surat lengkap, tanda tangan pejabat, bahkan SK pengesahan, tapi semua itu tak berarti apa-apa jika sistemnya memihak yang berkuasa.

Legalitas semestinya jadi tameng rakyat, bukan sekadar persyaratan birokrasi. Dan selama masih ada warga yang digusur secara sewenang-wenang meski memegang dokumen sah, kita harus bertanya:

Apakah hukum benar-benar ditegakkan, atau hanya dijalankan jika tak mengganggu kepentingan tertentu?

Penutup: Siapa yang Punya Tanah Ini?

Di negeri ini, mungkin kamu bisa punya surat. Tapi apakah kamu benar-benar "memiliki" tanahmu?
Jika penggusuran bisa terjadi kapan saja, dengan atau tanpa alasan yang masuk akal, maka kita sedang hidup dalam ilusi kepemilikan.

Dan saat rakyat tak lagi merasa aman di tanahnya sendiri, maka ada yang salah, bukan pada rakyatnya… tapi pada sistem yang membiarkan keadilan tergadai.

Jika anda tertarik kepada website kami, anda dapat Klik Disini untuk mengunjungi labih lanjut

No Responses